Ancaman Tersembunyi Pasca Bencana Alam.

 
Ancaman Tersembunyi Pasca Bencana Alam.


Saat bencana alam melanda, fokus utama biasanya tertuju pada kerusakan infrastruktur dan korban jiwa. Namun, ancaman sesungguhnya justru baru dimulai setelah bencana berlalu. Penyakit-penyakit yang muncul pasca bencana, yang dikenal sebagai penyakit pascabencana, kerap menjadi "pembunuh senyap" yang tidak kalah berbahaya.

 

Data Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mencatat, Indonesia mengalami 2.107 kejadian bencana sepanjang 2024 dengan korban tewas mencapai 489 orang. Memasuki 2025, banjir mendominasi dengan 441 kasus tercatat hingga Maret. Namun yang mengkhawatirkan, dampak kesehatan jangka panjang dari bencana-bencana ini seringkali terabaikan.

Dr. Siti Nadia Tarmizi, Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Kementerian Kesehatan, menjelaskan bahwa bencana alam menciptakan kondisi ideal bagi berkembangnya penyakit. "Banjir, tanah longsor, dan kebakaran hutan tidak hanya merusak infrastruktur, tetapi juga mencemari lingkungan dengan berbagai bahan berbahaya," ungkapnya.

 

Kontaminasi terjadi melalui berbagai cara: limbah kimia dari pabrik yang hancur, limbah medis dari fasilitas kesehatan yang rusak, hingga limbah organik yang membusuk akibat genangan air. Kondisi ini diperparah dengan rusaknya sistem sanitasi dan akses air bersih yang terbatas.

 

Penyakit pascabencana memiliki spektrum yang luas, bergantung pada jenis bencana dan kondisi lingkungan. Beberapa penyakit yang paling sering muncul antara lain:

Leptospirosis menjadi ancaman utama pasca banjir. Penyakit yang disebabkan bakteri Leptospira ini ditularkan melalui air yang terkontaminasi urine hewan pengerat. Gejalanya meliputi demam tinggi mendadak, sakit kepala, nyeri otot, hingga muntah. Jika tidak ditangani, dapat berkembang menjadi penyakit Weil yang menyerang organ vital. Demam Berdarah Dengue (DBD) juga mengintai pasca bencana. Genangan air akibat banjir menjadi tempat berkembang biak ideal bagi nyamuk Aedes aegypti. "Ketika tempat berkembang biaknya banyak, risiko infeksinya semakin tinggi," jelas Dr. Maria Endang Sumiwi dari Rumah Sakit Permata.

 

Penyakit kulit seperti dermatitis dan infeksi bakteri juga kerap muncul akibat kontak langsung dengan air kotor. Sementara gangguan pernapasan terjadi karena polusi udara dari kebakaran atau debu akibat reruntuhan bangunan. Yang mengkhawatirkan, beberapa penyakit seperti balantidiasis dapat berkembang tanpa gejala yang jelas, sehingga penderita tidak menyadari infeksi hingga kondisi memburuk.

 

Pencegahan tetap menjadi strategi terbaik menghadapi ancaman penyakit pascabencana. Pemerintah melalui BNPB telah menyusun protokol penanganan yang komprehensif. Langkah pencegahan dimulai dari tindakan individual: menghindari kontak langsung dengan air banjir, menggunakan alat pelindung diri saat membersihkan rumah, dan segera mencari pertolongan medis bila mengalami gejala penyakit. Masyarakat juga disarankan menyiapkan kit darurat berisi obat-obatan dasar, makanan, dan air bersih.

 

Di tingkat komunitas, pembersihan lingkungan secara menyeluruh menjadi prioritas. Genangan air harus segera dikeringkan, sampah dibersihkan, dan sistem sanitasi dipulihkan secepat mungkin. Penyemprotan disinfektan di area terdampak juga diperlukan untuk membunuh bakteri dan virus.

Penanganan penyakit pascabencana memerlukan kolaborasi solid antara pemerintah, masyarakat, dan sektor swasta. Kementerian Kesehatan telah memperkuat sistem surveilans penyakit dan menyiapkan tim respons cepat di daerah rawan bencana.

 

"Peran serta masyarakat sangat penting dalam meminimalkan dampak buruk penyakit pascabencana. Deteksi dini dan penanganan yang tepat dapat menyelamatkan banyak nyawa," tegas Kepala BNPB, Letjen TNI Suharyanto.

Investasi dalam infrastruktur kesehatan yang tahan bencana juga menjadi kunci. Fasilitas kesehatan harus didesain agar tetap berfungsi saat bencana terjadi, dengan cadangan obat-obatan dan peralatan medis yang memadai.

Pemanfaatan teknologi digital juga mulai diterapkan untuk mempercepat respons penanganan. Sistem peringatan dini berbasis aplikasi mobile memungkinkan penyebaran informasi kesehatan secara real-time kepada masyarakat di area terdampak. Telemedicine juga terbukti efektif memberikan konsultasi medis jarak jauh ketika akses ke fasilitas kesehatan terbatas. Platform ini memungkinkan tenaga medis memberikan diagnosis awal dan panduan pengobatan kepada korban bencana.

 

Indonesia sebagai negara dengan risiko bencana tinggi harus membangun resiliensi kesehatan yang kuat. Hal ini tidak hanya mencakup kesiapan infrastruktur, tetapi juga edukasi masyarakat tentang risiko kesehatan pascabencana.

 

Program pelatihan kader kesehatan di tingkat desa menjadi investasi strategis. Kader-kader ini dapat menjadi garda terdepan dalam mendeteksi dan menangani penyakit pascabencana di komunitasnya. Dengan pendekatan holistik yang menggabungkan pencegahan, kesiapsiagaan, respons cepat, dan pemulihan jangka panjang, Indonesia dapat meminimalkan dampak penyakit pascabencana. Seperti pepatah "mencegah lebih baik daripada mengobati", kesiapan hari ini menentukan seberapa besar kerugian yang dapat dihindari di masa depan.

 

Bencana alam memang tidak dapat dihindari, tetapi dampak kesehatannya dapat diminimalkan melalui kesiapan dan kolaborasi yang solid. Saatnya Indonesia bersiap menghadapi tantangan ini dengan strategi yang lebih komprehensif dan berkelanjutan.

Belum ada Komentar untuk "Ancaman Tersembunyi Pasca Bencana Alam. "

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel